Gugatan PMH dan PMH Penguasa, Sekjen LaPAK: Kepala Desa, Camat, Serta Bupati Bisa Digugat Miliaran Rupiah, dan Pidana Korupsi Penghasilan Perangkat Desa se-Jombang

Foto: Sekjen LaPAK didampingi Gus Faiz saat gelar Bedah Kasus
Jombang, (Suryamojo.com) – Dalam rangka menyoal tragedi pemberhentian dan pengembalian jabatan serta hak-hak ratusan perangkat desa di Kabupaten yang bersemboyankan Jombang Beriman, Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPD-PPDI) Kabupaten Jombang menggelar Bedah Kasus bertema “Perbuatan Melawan Hukum: Wederrechtelijk dan Onrechtmatige daad: Mengungkap Tabir Gelap Dibalik Pemberhentian Perangkat Desa”, Rabu (05/08/2020) malam di Warung Kopi ASPIRASI, besutan Gus Faiz, sapaan akrab Faizuddin FN di kawasan Sentul, Tembelang, Jombang, Jawa Timur.
Menurut panitia penyelenggara dan Gus Faiz, selaku pendamping warga yang diberhentikan secara sepihak, sengaja mengundang Hj. Mundjidah Wahab (Bupati Jombang), H. Mas’ud Zuremi (Ketua DPRD Jombang), dan Abd. Aziz, S.H. (Sekretaris Jenderal Lembaga Pengawasan Anggaran dan Korupsi (LaPAK) guna membedah kasus tersebut dalam perspektif hukum dan pemerintahan serta langkah hukum apa yang dapat ditempuh oleh para perangkat desa.
“Benar. Kami mengundang Bupati dan Ketua DPRD karena Bedah Kasus ini sangat penting. Juga, menghadirkan Pak Aziz agar ada analisa kritis, dan pendapat hukum di luar Pemerintahan Jombang,” kata Gus Faiz, yang bertindak sebagai Moderator.
“Bupati, misalnya diharapkan dapat menjelaskan kronologi dan regulasi, hal ihwal pemberhentian perangkat desa karena diyakini mengetahui praktek yang berpotensi sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) penguasa itu. Selain itu, pada tanggal 6 Mei 2015, Kepala Desa se-Kabupaten Jombang melakukan demonstrasi di PTUN, yang bertujuan menekan hakim PTUN agar menolak gugatan adminstrasi yang dilayangkan perangkat desa itu,” urai Gus Faiz yang memegang data utuh terkait kasus tersebut.
“Sedangkan Ketua DPRD, karena diketahui saat gugatan oleh mayoritas perangkat desa berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur pada 12 Mei 2015, DPRD Jombang melakukan intervensi dengan mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua PTUN dengan melampirkan tanda tangan mayoritas anggota DPRD, yang juga ditandatangani oleh Bupati Jombang, Kapolres, dan Kajari, dimana tujuannya sama, agar PTUN menolak gugatan perangkat desa tersebut. Tapi sayang, Bupati dan Ketua DPRD hingga bedah kasus berlangsung tak ada konfirmasi soal ketidakhadirannya. Namun, tampak seseorang hadir merekam diskusi kasus dari awal sampai akhir, mengaku sebagai utusan pemerintah daerah Jombang,” beber Gus Faiz seusai acara Bedah Kasus.
“Adapun Abd. Aziz, secara khusus diminta untuk membedah kasus pemberhentian para perangkat desa yang terjadi di Kabupaten Jombang secara hukum, dan bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh setelah mayoritas gugatan di PTUN kandas walaupun gugatan dua rekannya (Husen dan Margono) asal Kecamatan Jogoroto, dengan perkara dan majelis hakim yang sama, dikabulkan oleh PTUN hingga Mahkamah Agung dan sudah berkekuatan hukum tetap,” tambah Gus Faiz, tokoh aktivis yang sudah tidak asing di Jombang itu.
Acara yang dihadiri sekitar seratus perangkat desa se-Kabupaten Jombang itu praktis dibedah dengan narasumber tunggal, Abd. Aziz, S.H.
“Jujur, saya berharap Bupati dan Ketua DPRD berkenan hadir, sehingga pikiran hukum soal pemberhentian perangkat desa ini dapat diuji secara terbuka di ruang publik,” ungkap Aziz, yang mengenakan kemeja batik dan berkopiah tinggi itu.
Awalnya, Sekjen LaPAK ini memaparkan hasil bacaannya terhadap kasus yang dialami perangkat desa, dan kini menjadi atensi DPD-PPDI Jombang itu.
“Menurut pembacaan dan analisa saya terhadap regulasi hukum, Peraturan Daerah Kabupaten Jombang No. 6 Tahun 2006, yang mengatur bahwa perangkat desa diberhentikan karena sudah bekerja 10 tahun itu patut diduga bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2015, yang tidak mengatur soal periodeisasi. Perda itu tidak boleh bertentangan dengan PP. Silahkan baca kembali Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang tata urutan Peraturan Perundang-Undangan alias hierarki hukum,” tegas Aziz yang diikuti riuh tepuk tangan peserta Bedah Kasus itu.
“Dan, menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, perangkat desa diberhentikan jika usianya telah genap 60 (enam puluh) tahun. Jadi, Peraturan yang lebih tinggi mengabaikan atau mengesampingkan Peraturan di bawahnya. Pendapat saya, Perda Jombang itu (khusus yang mengatur soal periodeisasi 10 tahun) tak memiliki kekuatan hukum,” tandas Aziz, yang juga Dosen Etika Profesi di salah satu Kampus di Jawa Timur ini.
Nah, bagaimana posisi hukum para perangkat desa yang diberhentikan secara sepihak itu? Menurut Aziz, ratusan orang yang dipecat itu dapat melakukan upaya hukum berupa gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diduga dilakukan oleh penguasa.
“Rekan-rekan dapat mengajukan gugatan keperdataan, PMH ke Pengadilan Negeri Jombang atas kerugian materiil dan immateriil (Onrechtmatige daad) karena yang dilanggar, termasuk kepentingan privat (pribadi). PMH tidak hanya melanggar hukum dalam arti Undang-Undang, tetapi juga melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, bertentangan dengan kesusilaan, dan bertentangan dengan kepentingan umum. Selain itu, yang belum mengajukan gugatan ke PTUN, juga dapat melayangkan gugatan ke sana,” beber Aziz, yang sudah malang melintang dalam dunia advokasi itu.
Apakah ada unsur pidananya dalam peristiwa hukum pemecatan perangkat desa se-Kabupaten Jombang itu? “Selain PMH keperdataan melalui PN setempat dan PTUN Provinsi, juga dapat melakukan pelaporan atau pengaduan PMH oleh penguasa kepada Kepolisian dan Kejaksaan (Wederrechtelijk) karena terdapat kepentingan umum (publik) yang dilanggar, yakni perangkat desa sebagai pembantu Kepala Desa dalam menjalankan Pemerintahan Desa yang berkesinambungan. Bahkan, karena penghasilan perangkat desa yang diberhentikan sepihak oleh Kepala Desa, yang diduga diketahui Camat dan Bupati, berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi (Tipikor),” terang Aziz meyakinkan peserta diskusi publik tadi malam.
Di akhir penjelasannya, Aziz mengatakan bahwa, apa yang terjadi pada ratusan perangkat desa se-Jombang yang diberhentikan itu, patut diduga merupakan preseden buruk sejarah pemerintahan di suatu Kabupaten, yang berujung pada tragedi kemanusiaan (yang) asasi, mendapatkan pekerjaan dan menjalankan profesinya hingga usia yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-Undangan.
“Sejatinya Kepala Desa hati-hati. Termasuk Camat, pun juga Bupati. Saya tidak yakin jika pemberhentian perangkat desa ini tidak diketahui oleh Camat dan bahkan oleh Bupati sebagai Kepala Daerah. Kasihan mereka. Diberhentikan berdasarkan Perda yang bertentangan dengan Pearturan di atasnya. Peristiwa ini dapat disebut tragedi kemanusiaan dalam arti mengebiri (memberangus) hak dasar warga Negara,” tutur pria berdarah Sumenep-Madura ini. (Yon)
Komentar Terbaru